Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, dengan mampu menghemat
anggaran subsidi energi separuhnya atau Rp 150 triliun, banyak yang bisa
dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,
termasuk membangun infrastruktur. Pemilik mobil mendapat subsidi Rp 120.000 per
hari.
”Yang
paling mudah diukur membangun infrastruktur jalan. Dengan dana Rp 60 triliun
bisa dibangun jalan dengan kualitas bagus dari Aceh hingga Lampung. Dengan dana
Rp 100 triliun bisa dibuka akses jalan yang bagus di selatan Jawa,” kata Hatta
Rajasa di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi I Forum Dialog Kerja Sama Asia
(ACD) di Kuwait City, Kuwait, Rabu (17/10/2012), seperti dilaporkan wartawanKompas Hermas
E Prabowo. Hatta ditanya soal kemungkinan pengurangan subsidi energi dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013 sekitar Rp 306
triliun dan pemanfaatan dana pengurangan subsidi.
Hatta
selanjutnya memberikan contoh, dengan dana hasil pengurangan subsidi, Rp 250
triliun, pembangunan jalan kualitas bagus di trans-Kalimantan, Sulawesi, dan
Papua bisa diselesaikan. ”Dengan akses jalan yang bagus, bayangkan betapa besar
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Menurut
Hatta, yang terjadi di Indonesia, 70 persen orang yang tidak berhak atas
subsidi bahan bakar minyak (BBM) ikut menikmati. Pemilik mobil mendapat subsidi
hingga Rp 120.000 per hari. Ini sangat tidak adil.
”Namun,
bagaimana parlemen dan politisi melihat itu. Saat pemerintah akan menaikkan
harga BBM, ada peluang menyikat. Energi habis terkuras untuk perdebatan itu,”
katanya.
Bagaimanapun,
lanjut Hatta, peta jalan energi harus diselesaikan. Sampai tahun 2015 harus
bisa mengubah struktur dari pemberian subsidi. Kalau bisa dimanfaatkan dengan
baik, bisa diberikan dalam bentuk subsidi langsung.
Ekonom
Econit, Hendri Saparini, di Jakarta, menegaskan, subsidi energi sekitar Rp 306
triliun pada RAPBN 2013 adalah akibat nihilnya strategi ketahanan energi
nasional. Selagi strategi itu nihil, volume konsumsi pasti menggelembung dan
memaksa anggaran negara untuk elastis.
”Harus
dilihat akar persoalannya. APBN itu adalah muara dari kebijakan berbagai
sektor. Saya tidak menyarankan harga BBM naik atau tidak. Tetapi, yang lebih
mendasar adalah apakah akar persoalan itu berusaha dipecahkan pemerintah atau
belum,” kata Hendri.
Akar
persoalan yang dimaksud Hendri dalam hal subsidi BBM berada di produksi dan
konsumsi. Di produksi, persoalannya PT Pertamina membeli minyak bumi dari
pemburu rente di pasar sehingga harganya tinggi. Di konsumsi, pada soal
tingginya laju pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor karena buruknya moda
transportasi massal. Sementara untuk subsidi listrik, persoalannya adalah
kurangnya pasokan gas dan batubara untuk pembangkit.
Sementara
itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya Wira Yudha,
menyatakan, pemerintah seharusnya dapat menekan besaran subsidi energi.
”Penghematan subsidi energi itu bisa dilakukan melalui beberapa cara, yaitu
revisi harga, efisiensi pemakaian BBM, serta konversi BBM ke gas dan energi
alternatif,” ujarnya.
(KOMPAS.COM, KUWAIT CITY : EVY/RYO/LAS)
Menurut pendapat saya kenaikan harga BBM
dan kerugian negara dapat dicegah dengan mengawasi lebih ketat lagi tentang
subsidi BBM agar dapat diterima oleh masyarakat kecil dan tidak jatuh ke orang
yang salah. Karena seringkali subsidi BBM diterima dan dinikmati oleh orang
yang mampu dari segi materi, padahal subsidi BBM bertujuan untuk membantu
rakyat kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar