Minggu, 04 November 2012

Pemilik Mobil Dapat Subsidi Rp 120.000 Per Hari


Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, dengan mampu menghemat anggaran subsidi energi separuhnya atau Rp 150 triliun, banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk membangun infrastruktur. Pemilik mobil mendapat subsidi Rp 120.000 per hari.
”Yang paling mudah diukur membangun infrastruktur jalan. Dengan dana Rp 60 triliun bisa dibangun jalan dengan kualitas bagus dari Aceh hingga Lampung. Dengan dana Rp 100 triliun bisa dibuka akses jalan yang bagus di selatan Jawa,” kata Hatta Rajasa di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi I Forum Dialog Kerja Sama Asia (ACD) di Kuwait City, Kuwait, Rabu (17/10/2012), seperti dilaporkan wartawanKompas Hermas E Prabowo. Hatta ditanya soal kemungkinan pengurangan subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013 sekitar Rp 306 triliun dan pemanfaatan dana pengurangan subsidi.
Hatta selanjutnya memberikan contoh, dengan dana hasil pengurangan subsidi, Rp 250 triliun, pembangunan jalan kualitas bagus di trans-Kalimantan, Sulawesi, dan Papua bisa diselesaikan. ”Dengan akses jalan yang bagus, bayangkan betapa besar mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Menurut Hatta, yang terjadi di Indonesia, 70 persen orang yang tidak berhak atas subsidi bahan bakar minyak (BBM) ikut menikmati. Pemilik mobil mendapat subsidi hingga Rp 120.000 per hari. Ini sangat tidak adil.
”Namun, bagaimana parlemen dan politisi melihat itu. Saat pemerintah akan menaikkan harga BBM, ada peluang menyikat. Energi habis terkuras untuk perdebatan itu,” katanya.
Bagaimanapun, lanjut Hatta, peta jalan energi harus diselesaikan. Sampai tahun 2015 harus bisa mengubah struktur dari pemberian subsidi. Kalau bisa dimanfaatkan dengan baik, bisa diberikan dalam bentuk subsidi langsung.
Ekonom Econit, Hendri Saparini, di Jakarta, menegaskan, subsidi energi sekitar Rp 306 triliun pada RAPBN 2013 adalah akibat nihilnya strategi ketahanan energi nasional. Selagi strategi itu nihil, volume konsumsi pasti menggelembung dan memaksa anggaran negara untuk elastis.
”Harus dilihat akar persoalannya. APBN itu adalah muara dari kebijakan berbagai sektor. Saya tidak menyarankan harga BBM naik atau tidak. Tetapi, yang lebih mendasar adalah apakah akar persoalan itu berusaha dipecahkan pemerintah atau belum,” kata Hendri.
Akar persoalan yang dimaksud Hendri dalam hal subsidi BBM berada di produksi dan konsumsi. Di produksi, persoalannya PT Pertamina membeli minyak bumi dari pemburu rente di pasar sehingga harganya tinggi. Di konsumsi, pada soal tingginya laju pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor karena buruknya moda transportasi massal. Sementara untuk subsidi listrik, persoalannya adalah kurangnya pasokan gas dan batubara untuk pembangkit.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya Wira Yudha, menyatakan, pemerintah seharusnya dapat menekan besaran subsidi energi. ”Penghematan subsidi energi itu bisa dilakukan melalui beberapa cara, yaitu revisi harga, efisiensi pemakaian BBM, serta konversi BBM ke gas dan energi alternatif,” ujarnya. 
(KOMPAS.COM, KUWAIT CITY EVY/RYO/LAS)



Menurut pendapat saya kenaikan harga BBM dan kerugian negara dapat dicegah dengan mengawasi lebih ketat lagi tentang subsidi BBM agar dapat diterima oleh masyarakat kecil dan tidak jatuh ke orang yang salah. Karena seringkali subsidi BBM diterima dan dinikmati oleh orang yang mampu dari segi materi, padahal subsidi BBM bertujuan untuk membantu rakyat kecil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar