Kepala Badan Pelaksana Minyak dan
Gas (BP Migas) R Priyono mengatakan, pembubaran BP
Migas berdampak pada tidak diakuinya seluruh kontrak kerja sama
antara BP Migas dan perusahaan perminyakan. Kerugiannya, menurut dia, mencapai
70 miliar dollar AS.
"Kita sudah tanda tangan 353
kontrak, jadi ilegal. Kerugiannya sekitar 70 miliar dollar AS," kata
Priyono seusai rapat di Komisi VII DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan,
Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Hal itu dikatakan Priyono ketika
dimintai tanggapan keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa BP Migas yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. Fungsi dan
tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah sampai
dibuatnya UU yang baru.
Priyono mengatakan, pihaknya akan
segera melakukan konsolidasi internal untuk membicarakan banyak hal. Salah
satunya status pegawai BP Migas ke depan. Pihaknya juga akan bertemu dengan
perusahaan perminyakan untuk membicarakan kontrak yang sudah dilakukan.
Menanggapi putusan MK, Priyono
mengatakan, pihaknya hanya melaksanakan UU yang dibuat pemerintah dan DPR.
Hanya, dia menyebut BP Migas merupakan produk reformasi.
"Kalau mau kembali (seperti) sebelum
reformasi silakan saja. Kita prihatin atas operasi perminyakan. Kita tidak bisa
lagi lindungi kepentingan nasional," pungkasnya.(KOMPAS.COM, Jakarta : Sandro Gatra )
Dari berbagai pemberitaan yang ada diketahui bahwa MK juga menilai
UU Migas tersebut membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat
dipengaruhi pihak asing. Pola unbundling yang memisahkan kegiatan hulu
dan hilir ditengarai sebagai upaya pihak asing untuk memecah belah industri
migas nasional sehingga mempermudah penguasaan. Kita hanya bisa berharap semoga masalah ini dapat menemukan titik
tengahnya.