Profesi
akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun
sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi
ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola
yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang
terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan
pemilik harta.
Menurut sejarahnya para
pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/
dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara
pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua
belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan
pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau
kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai
Auditor.
Menurut International Federation of Accountants (dalam
Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan
yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan
akuntan publik, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai
pendidik.
Agar profesi Akuntan dianggap sebagai salah satu
bidang profesi seperti organisasi lainnya, maka harus memiliki beberapa syarat
sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan profesi,
mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah
sebagai berikut:
1.
Memiliki
bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan
keprofesiannya.
2.
Memiliki kode
etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3.
Berhimpun
dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah
4.
Keahliannya
dibutuhkan oleh masyarakat.
5.
Bekerja bukan
dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan
masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi
Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi.
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.
Masa Orde Lama
Praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar tahun 1642. Jejak
yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada
tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang
berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan
berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan
oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi
komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik
bisnis di Indonesia selama era ini.
Kegiatan ekonomi pada
masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal
ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak
yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong
munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih.
Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada
tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya
diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu
kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal
auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang
sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan
pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van
Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman Van Schagen merupakan titik
tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang
terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang pertama adalah Frese &
Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian
kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens
pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant
Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai
akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah
JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada
tanggal 21 September 1929.
Kesempatan bagi
akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya
Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang
berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda
masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada
tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas
Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak mengakui kualifikasi
mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas Indonesia
bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor Soemarjo
Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI yang
pertama. Tujuan didirikannya
IAI ini antara lain mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung
pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.
Atas dasar
nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke
praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi
model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang
terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas
Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN)
1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas
Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 telah mendorong pergantian
praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960.
Selama tahun 1960an,
menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa
akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di
Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi
pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi.
b.
Masa Order Baru
Profesi akuntansi mulai berkembang
cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968. Usaha
profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi
yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh adanya
Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi
anggota IAI.
Pada tahun 1970 semua lembaga harus
mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada pertengahan tahun
1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi
ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi
yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik
akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat
dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional.
Pada tahun 1973, IAI membentuk
“Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya perbaikan
ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia
(YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi melalui
program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk
Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung
sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993.
misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar
profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan selanjutnya dapat
dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan
Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan
Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi
Akuntan Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi
akuntan publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik
sebagai akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP
ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri
Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur
perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini
kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat puluh lima tahun setelah
pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya
di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan
pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi akuntansi menjadi
sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang
ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini
disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang
mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari
akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui
Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung
usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan
(governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui
pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1) Auditor bertanggung jawab
atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2) Direktur bertanggung jawab
atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
c.
Masa Sekarang
Jatuhnya nilai rupiah
pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk
memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun demikian, keberadaan
profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan
masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi
akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan
kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang
dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik
bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam
rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan
di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi
kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi akuntan
publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk
melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha
kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun
1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang
tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup
yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional
sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut
akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
1) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang
lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi
pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi,
makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan
akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan
rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi
makin beragam dan rumit.
Tahun 2001, Departemen Keuangan
mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang
baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU Akuntan Publik
adalah :
a) Melindungi kepercayaan publik yang diberikan
kepada akuntan public.
b) Memberikan
kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c) Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan
menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
Hal penting dalam RUU AP ini adalah
ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan kantor akuntan publik dapat
dituntut dengan sanksi pidana.
Sumber: